Kunjungan Kerja Tim Menkopolhukam, T Said Amir Hamzah : Perlu Perhatian Serius Pada Warga Pulau Rupat

    Kunjungan Kerja Tim Menkopolhukam,  T Said Amir Hamzah : Perlu Perhatian Serius Pada Warga Pulau Rupat
    Kunjungan Kerja Tim Menkopolhukam, T Said Amir Hamzah : Perlu Perhatian Serius Pada Warga Pulau Rupat

    Pekanbaru, - Keseriusan Menko Polhukam turun ke Riau direalisasikan dengan kehadiran Assisten Deputi Bidang Pertahanan Negara Kemenkopolhukam Brigjen TNI Suteikno Suleman berserta rombongan, Selasa (22/2/2022) di aula Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau.

    Dengan hadirnya Tim Lintas sektoral ini membahas persoalan penambangan pasir laut di Pulau Rupat yang dilakukan PT Logo Mas Utama (LMU), yang dinilai telah merugikan masyarakat dan negara. 

     Hadir dalam acara yang dipandu Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau, Herman tersebut,  Kasubdit Pulau Terluar KKP,  DR Ir Ahmad Harris, Wakil Ketua FKPMR, Hj Azlaini Agus, Ketua Aliansi Tokoh Masyarakat Riau Peduli Pulau Rupat, Said Amir Hamzah, Koordinator WALHI Riau Boy, Kepala Dinas DLHK, Dinas ESDM, Dinas Pariwisata dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTD).

    T. Said Amir Hamzah yang mendapat kesempatan pertama menyampaikan pendapat mengatakan, kalau keberadaan PT LMU di Pulau Rupat telah meresahkan masyarakat Tempatan. Selain sulitnya para nelayan mencari makan, kerusakan lingkungan juga tak terhindarkan dari aktifitas penambangan pasir laut tersebut.

    "Bahkan selain tidak ada komunikasi, perhatian untuk masyarakat dari perusahaan juga tidak ada. Sementara, nelayan yang menggantungkan hidup dari melaut semakin sulit untuk mendapatkan hasil tangkapan. Kami mohon kepada bapak-bapak dari Kemenkopulhukam untuk memberi perhatian serius terhadap persoalan di Pulau Rupat ini, " ucap mantan Marinir ini.

    Di sisi lain, Koordinator WALHI Riau, Boy menyampaikan kalau kerusakan lingkungan di Pulau Terluar tersebut sudah sangat memprihatinkan. Tidak hanya pasir laut yang dibabat, daratannya pun ikut tergerus akibat serahkahnya para pengusaha besar. 

    "Jika dilihat kondisinya sekarang. Pulau yang hanya seluas lebih kurang 1.500 km2 tersebut, 60 persennya ditanami HTI. Bahkan sawit-sawit milik beberapa perusahaan itu sudah sampai ke pinggir pantai. Jika hal ini terus dibiarkan, masyarakat asli disana akan terlindas oleh  para pengusaha yang jelas-jelas tak memberi manfaat buat daerah, " kata Boy.

    Menyinggung kompleksitas permasalahan di Pulau Rupat tersebut, Suteikno Suleman mengatakan akan menyampaikan permasalahan ini ke menteri. "Tersebab itu kami turun ke sini untuk meninjau kondisi yang terjadi di pulau Rupat. Yang pasti, semua saran dan masukan dari bapak ibu akan kami sampaikan ke Pak menteri nantinya, " tukas Suteikno.

    Di lain pihak, tokoh masyarakat Riau Hj Azlaini Agus mengharapkan hasil pertemuan ini bisa ditindaklanjuti sampai ke pusat. Sebab, persoalan-persoalan di pulau terluar Riau ini sudah sangat kompleks. Apalagi dengan masih adanya aktifitas penambangan pasir laut yang sudah lama dilarang (moratorium) oleh pemerintah.

    "Kalau pulau Rupat tidak diselamatkan, maka yang terancam itu suku laut (Akit) yang ada disana. Makanya, dalam forum ini saya sangat berharap pemerintah segera melakukan penyelamatan dengan menghentikan izin penambangan pasir yang dilakukan PT LMU, " tegas  Azlaini.

    Ditambahkannya, potensi pasir pulau Rupat sangatlah besar. Apalagi kadar Silika pasir laut pulau Rupat sangat tinggi mencapai 98 persen. Makanya pasir laut ini tidak menjadi nilai ekonomis tinggi kalau hanya dimanfaatkan untuk urukan.

    "Mereka (PT LMU, red) menjual pasir laut 180.000/kubik. Sementara, pasir laut yang mereka keruk itu bisa dijual dengan harga Rp 400.000/Kg. Entah mereka tidak tau, ntah sengaja menimbunnya. Yang jelas, apa yang dilakukan PT LMU itu sangat merugikan negara, " tambahnya. 

    Diinformasikan, PT Logomas menjual pasir ke kawasan industri Lubuk Gaung Dumai untuk digunakan menimbun kawasan tersebut. Padahal, kata Azlaini, Lubuk Gaung itu gak perlu perlu amatlah diuruk dengan pasir laut yang menurut penelitian UIR kandungan silikanya 98 persen. "Inikan aneh, masak diuruk dengan pasir laut yang secara ekonomis  bernilai tinggi, pakai tanah timbun aja bisa kok, " ujar Azlaini mantan komisioner Ombudsmen RI itu.

    Azlaini menambahkan, persoalan pasir  laut dan pulau pula kecil terluar sangat kompleksitas. Selain aspek lingkungan, hukum, juga terkait dengan geo politik suatu negara, atsu sebagai kebijakan negara atau bangsa sesuai dengan posisi geografisnya.

    Beliau juga tidak mengerti terkait izin yang bisa keluar dan kini di kantongi PT LMU. Sementara, dari pertemuannya dengan Kadis LHK Riau diketahui kalau AMDAL yang dimiliki perusahaan sudah kadaluarsa. 

    "Kebetulan Saya orang hukum. Bicara dari sisi hukum, jelas ini sudah menyalahi. Untuk itu saya meminta kepada pemerintah agar mencabut izin penambangan pasir dan tidak memperpanjangnya, " tutupnya.(Mulyadi)

    Pekanbaru Riau
    Mulyadi

    Mulyadi

    Artikel Sebelumnya

    Pisah Sambut Danrem 031/Wirabima Dimeriahkan...

    Artikel Berikutnya

    Menteri Agama Resmi Dilaporkan ke Polda...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Hendri Kampai: Swasembada Pangan dan Paradoks Kebijakan
    Deteksi Dini Gangguan Kamtib, Lapas Tembilahan Pindahkan Empat Warga Binaa
    Koordinasi Pengawasan Pilkada, Lapas Tembilahan Disambangi Bawaslu Inhi

    Ikuti Kami